Catatan : Pnt. Carren Pandeiroth S.Psi (Ketua KPRJ GMIM Bait-EL Tuutu)
Damai di hati… Fenomena muncul ketika sebuah kapal memasuki pelabuhan. Di akhir pelayanan Komisi Pelayanan Remaja Sinode (KPRS) periode 2014-2018, mendekati tahap Pemilihan KPRS periode yang baru, sepertinya kredibilitas dan integritas selaku pembina remaja tampak begitu liar menyerang, menuding atau apalah kata tepatnya. Dan mirisnya hal-hal ini diposting di media sosial (medsos) dimana begitu banyak masyarakat umum (di luar warga GMIM) yang ikut membaca. Mau dibawa kemana pelayanan kita ?
Sebelum lebih panjang lagi, izinkan saya memperkenalkan diri secara singkat, juga kenapa saya memberanikan diri menulis catatan ini. Saya melayani sebagai Pembina Remaja sejak 2010. Dipercayakan menjadi Penatua Remaja GMIM Bait-EL Tuutu, Wilayah Tondano 2 (mungkin anda lebih mengenal kami dengan sebutan #superteam), sejak 2014 sampai sekarang, juga masuk dalam struktur Pokja Infokom.
Banyak hal yang saya pelajari para senior di KPRS saat ini yang saya kenal. Ka Moody Rondonuwu yang selalu perduli, mengajarkan ketulusan dan kerendahan hati dalam pelayanan. Ka Meksi Sahensolar yang selalu ada bersama kami sejak awal. Ka Aldrin Lombogia yang begitu baik, selalu memberikan data dan informasi apa saja yang saya minta. Tahun 2015, bersama Ka Melky Patiwael (juga Ka Edmond Komasilan) saya diajak bergabung di website resmi Remaja GMIM, remaja.gmim.or.id sejak dirilis. Pada tahun yang sama juga bersama Ka Ambro Lontaan saya melatih sejumlah Penatua dan Pembina Remaja dari berbagai jemaat untuk ikut menulis di website tersebut. Juga dipercayakan mengajar materi di Kelas Jurnalistik di Perkemahan Kreatif Remaja Sinode di Kayawu 2016 dan Leilem 2017.
Tahun 2016, dibentuk Tim Multimedia Remaja GMIM dan saya sebagai salah satu bagiannya, diercayakan sebagai Admin di Instagram @remaja__gmim juga Line Remaja GMIM. Bersama Ka Iwan Frederik dan Ka Selfran Wungouw yang memberikan kesempatan menulis renungan di Bina Remaja. Bersama Tim Multimedia, kami memberi sumbangsih dalam pikiran dan kritikan, mengedit konten dan design Bina Remaja GMIM. Ka Iwan juga yang menjadi salah satu inspirasi dan mentor saya dalam pengembangan Ibadah Kreatif di jemaat kami. Belajar Otodidak sejak 2015, belajar teori sejak 2017 dan Tuhan membuka jalan (lewat Ka Ivrly Christian) sejak September 2017 kami boleh memiliki tim lengkap (WL, Band, Singers, Banners & Rebana) dan turun pelayanan bersama Tim Misio GMIM, melayani di area Minahasa dan Tomohon dan belum lama ini, bersama Remaja Imanuel Wawali, turun pelayanan di Ibadah Agung HPR 2018 di Amurang. Saya juga sepaham dengan dengan Ka Yerry Makarawung bahwa kita juga perlu menambah kegiatan pelatihan yang mengarah pada pertumbuhan kualitas pribadi dan pembentukan karakter, tak hanya menggelar iven sinodal yang bersifat ke selebrasi (walaupun saya merasakan efek positifnya begitu banyak untuk #superteam).
Kakak-kakakku, mungkin kalian memiliki karakter yang berbeda-beda. Mungkin kalian sering silang pendapat dalam rapat juga penetapan program. But i think, Yesus Kristus menempatkan kalian disana untuk saling melengkapi. Bahkan contoh paling buruk sekalipun bisa menjadi bahan evaluasi dan introspeksi diri masing-masing jika kita mampu menyaring sisi positifnya.
Sekarang, saya sedih melihat tingkah oknum yang mulai menjual-jual pelayanan ini di media sosial. Moral Pembina Remaja dipertanyakan. Jelang Pemilihan KPRS periode yang baru kenapa tensi politiknya terasa begitu tinggi. Jabatan ? Kedudukan ? Popularitas ? Batu Loncatan ? Uang ? Ambisi Pribadi ? atau Hati yang sungguh untuk Melayani adik-adik remaja dalam pertumbuhan iman percaya kepada Yesus Kristus ?
Saya teringat Hari Minggu kemarin saat membuka WhatsApp (WA) dan mendapati Ka Moody mengirim pesan, mengucapkan “Happy Sunday” bersama dengan renungan sesuai MTPJ GMIM (Markus 10:35-45) dengan judul Fenomena DUDUK dan LUTUT yang ditulis oleh Pdt Jemmy Matheos. Dimana DUDUK lebih merujuk pada “Kursi Kekuasan” sedangkan LUTUT pada “Sikap Kehambaan”. Renungan yang sangat dalam, apalagi melihat tensi politik dalam pemilihan KPRS kali ini. Saya teringat salah satu quote favorit saya dari Albert Einstein, “Takdir tertinggi seseorang adalah melayani, bukan memerintah.”
Keesokan harinya, isu-isu di medsos terkait latar belakang dan track record para calon (tanpa harus menyebutkan nama-nama yang bersangkutan) bersama juga dengan renungan DUDUK dan LUTUT terangkat dalam perbincangan di sebuah grup WA bersama teman-teman yang saya kenal selalu melayani dari balik layar dengan hati yang tulus. “Semoga KPRS berikut berkomitmen di pelayanan, nda terlibat politik praktis,” kata salah satu mantan penatua remaja yang diiyakan oleh salah satu Purna Retel. “Selamat bergumul,” sambung salah satu Purna Retel lainnya. Prihatin ketika adanya dugaan mobilisasi masa terselubung. Mungkin lebih baik para calon yang mengundang langsung. Lebih sportif dari pada berkedok (Maaf, mungkin hanya opini saya saja). Juga terkait isu cost politik di pemilihan kali ini lepas dari benar tidaknya.
Ah, kita semua hanya mencintai pelayanan ini. Kita semua punya Harapan. Kita semua mendoakan “Lutut” terbaik yang akan memimpin kita nantinya.
Kita yang punya hak suara, mintalah biar Roh Kudus yang berbicara. Jangan gadaikan adik-adik remaja kita demi keinginan daging kita. Dan yah, satu lagi, ketika terpilih KPRS yang baru, ingatlah janji iman kita dalam pelayanan ini dan bekerja bersamalah satu dengan yang lain untuk Kemuliaan nama Tuhan.
Teringat pemilihan KPRS periode ini, dimana saya juga sebagai salah satu peserta yang punya hak suara. Ketika Ka Moody terpilih, secara manusia ada rasa kecewa karena suara saya dan sejumlah teman bukan untuk Ka Moody. Tapi saya mengaminkan bahwa bukan apa yang dilihat manusia.
Pascaterpilih, sebelum pelantikan KPRS, ada oknum yang mencoba menjatuhkan beliau. Datang ke kantor saya, meminta saya memuat berita di koran (kebetulan profesi saya sebagai jurnalis) bersamaan dengan membawa bukti yang katanya menunjukan bahwa beliau tidak memenuhi syarat sebagai Ketua KPRS terpilih. Disitu saya merasa akan dimanfaatkan sebagai sarana untuk mencapai ambisi dan keinginan hati mereka. Permintaan mereka tidak saya gubris, walaupun dipemilihan saya tidak memilih Ka Moody sebagai Ketua KPRS.
Beberapa hari berselang ada oknum yang menginformasikan bahwa pihaknya sudah membawa bukti ke Kantor Sinode dan meminta saya untuk memuat beritanya. “Nda mo lantik dia, nanti ngoni lia” ucap oknum tersebut.
Well, siapakah kita sehingga berani menilai diri yang paling benar ? Saya muak melihat tingkah orang munafik. Pelayanan ini butuh pelayan bukan pahlawan. Butuh pribadi dengan Hati Hamba bukan yang sok paling benar. Buktinya, kalau memang beliau tidak memenuhi syarat pasti memang tidak dilantik.
Sudah terpilih, tapi masih dijatuhkan juga. Semoga kejadian tersebut tidak terjadi pascapemilihan KPRS periode baru.
Sebagian orang memfokuskan diri mencari sosok KPRS sempurna versi masing-masing. Belum juga terpilih, mereka sudah dibebani dengan segudang harapan akan kemajuan pertumbuhan iman dan pasti juga kedepan akan ada cacian (fenomena lumrah di medsos) apabila ada yang gagal.
Ketika yang sempurna itu milik Tuhan, mengapa kita mencari yang sempurna diantara sosok manusia ? Formasi KPRS kedepan akan diisi oleh 15 orang dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing. Semoga dengan teladan Yesus Kristus mereka akan saling melengkapi. Kalau memang ada yang masuk formasi tapi tujuan awalnya bukan atas dasar hati untuk melayani, toh pasti nantinya akan kita ketahui bersama. Percaya Tuhan pasti turun tangan melihat pelayanan kita.
Sekian catatan ini. Mohon maaf bila ada yang salah dalam catatan ini, saya juga punya banyak kekurangan. Saya hanya bagian kecil dari pelayanan ini, dan masih banyak hal yang tidak saya ketahui pasti.
Tuhan Yesus Kristus sang Kepala Gereja akan senantiasa memberkati pelayanan kita. Viva Remaja GMIM ! Selamat Bergumul, Selamat Memilih !
“Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung.” 2 Petrus 1:10